Wednesday, April 4, 2012

BATIK CIREBON YANG MENAWAN

Sebelum mengenal batik Cirebon, kita harus mengetahui sedikit sejarah tentang batik. Batik sendiri pada awalnya tumbuh dan berkembang di pulau Jawa, terutama daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada saat zaman kerajaan Sriwijaya maupun kerajaan Majapahit, baju batik menjadi penanda kelas sosial dalam masyarakat. Biasanya baju batik digunakan oleh raja, bangsawan dan para keluarganya. Jika kita telaah lebih jauh, apa sebenarnya yang dimaksud dengan batik?

Menurut asal katanya yang berasal dari bahasa Jawa, kata batik terdiri atas dua kata, yaitu amba dan titik. Kata “amba“ dapat diartikan “menulis“ atau “lebar“, sedangkan “titik“ berarti “titik“. Untuk itu, batik dapat diartikan sebagai “menulis titik-titik di atas sesuatu yang lebar”. Berdasarkan cerita dan penelitian para sejarahwan, batik telah ada semenjak zaman pra sejarah. Namun tentu saja berbeda dengan batik yang ada saat ini. Batik saat itu hanya berupa motif tulisan atau lukisan. Media yang digunakan pun bukan dari kain, akan tetapi dibuat di atas daun lontar, batu, dan kayu. Zaman ketika itu dikenal sebagai periode “pra batik” karena masih belum digunakan di atas kain. Pada akhirnya, saat memasuki zaman sejarah, dan manusia mengenal kain, ketika itulah batik mulai berkembang hingga ke beberapa daerah termasuk Cirebon, hingga dikenal Batik Cirebon seperti saat ini.

Seiring perkembangan zaman, dengan pembuatan batik pada sehelai kain, maka batik dapat diartikan sebagai sebuah cara untuk membuat bahan pakaian. Batik di sini mengacu kepada dua hal, yaitu teknik dalam mewarnai kain menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Batik Cirebon pun dikenai hal yang sama.

Teknik tersebut dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian lainnya adalah batik sebagai pakaian yang dibuat dengan menggunakan teknik wax-resist dyeing, termasuk dalam penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki ciri khas. Teknik tersebut juga berlaku pada Batik Cirebon.

Batik hingga kini mengalami perjalanan panjang dalam perkembangannya, dan mengalami berbagai permasalahan, hingga perebutan kepemilikan dengan dengan Malaysia, akhirnya tanggal 2 Oktober 2009, ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh UNESCO. Termasuk Batik Cirebon ini.

Sejarah Batik Cirebon 
Batik Cirebon sendiri mulai berkembang pada abad ke 16, ketika Sunan Gunung Jati melakukan penyebaran Agama Islam di Cirebon. Cirebon yang ketika itu bernama Pelabuhan Muara Jati menjadi persinggahan oleh beberapa pedagang yang berasal dari berbagai tempat, baik pedagang dari Jawa, maupun pedagang asing seperti India, Persia, Cina dan Arab. Dari sosialisasi mereka dan pertukaran barang yang dilakukan, maka terjadilah proses pertukaran budaya yang disebut sebagai asimilasi. Asimilasi itu juga mendapat pengaruh dari ajaran agama Islam, sehingga membentuk budaya baru yang sangat menarik, dan terciptalah Batik Cirebon yang motif dan coraknya berbeda dengan batik jawa pada umumnya.

Salah satu Batik Cirebon yang lahir kala itu adalah Batik Cirebon karya Ki Buyut Trusmi. Sebagai salah satu pemuka agama Islam, Ki Buyut Trusmi juga memiliki peran dalam membantu Sunan Gunung Jati untuk menyebarkan ajaran Agama Islam di desa Trusmi. Ki Buyut Trusmi sangat terampil dalam membatik. Untuk memperlancar proses pendekatan kepada para penduduk, ia mengajarkan penduduk setempat cara menjahit. Tentunya antusiasme penduduk ini menjadikan desa Trusmi sebagai sentra batik Cirebon di Pelabuhan Muara Jatim dan menjadi terkenal sebagai “kampung batik” hingga saat ini.

Batik Cirebon dikenal juga sebagai batik pesisir. Sebagai daerah pesisir dengan asimilasi dan akulturasi dari berbagai kebudayaan, membuat Batik Cirebon ini sangat berbeda berbeda dengan batik di daerah lainnya. Tentunya hal itu diakibatkan adanya pengaruh dari karakter para penduduknya. Biasanya, penduduk pesisir pantai utara Pulau Jawa memiliki karakter yang terbuka serta tidak sulit dalam menerima pengaruh asing. Sebagai daerah pelabuhan, sudah sangat lazim jika daerah yang sering disinggahi pedagang asing, akhirnya menyebabkan adanya pernikahan antara penduduk asli dan pendatang, sehingga pengaruh dari luar ini sangat kental diterima. Hal itu juga dapat diamati dari warna-warna Batik Cirebon yang lebih atraktif dan memiliki banyak warna serta corak.

No comments:

Post a Comment